Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2025 yang dirangkai dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 PGRI menjadi momentum penting dalam memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan organisasi profesi guru terbesar di Indonesia. Acara puncak yang digelar di Britama Arena, Jakarta, Sabtu (29/11), menghadirkan komitmen kuat dari kedua pihak untuk meningkatkan kesejahteraan, perlindungan, dan profesionalisme guru di seluruh Tanah Air.
Hadir mewakili Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, Wakil Mendikdasmen, Fajar Riza Ul Haq, menegaskan bahwa pemberdayaan guru merupakan mandat langsung Presiden Prabowo Subianto. Salah satunya adalah memastikan tidak ada lagi kesenjangan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta.
“Pak Menteri menegaskan bahwa tidak boleh ada diskriminasi antara sekolah negeri dan swasta. Ini menjadi fondasi kebijakan kami, dan PGRI adalah pilar penting dalam kemajuan pendidikan nasional,” ujar Wamen Fajar.
Kebijakan Konkret: Redistribusi Guru hingga Reformasi Penerimaan Murid Baru
Wamen Fajar menjelaskan bahwa komitmen tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan strategis. Salah satunya melalui Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 tentang Redistribusi Guru ASN ke Sekolah Swasta, yang bertujuan mengatasi ketimpangan distribusi guru di berbagai daerah, terutama wilayah yang kekurangan tenaga pendidik.
Meski pelaksanaannya menghadapi beberapa kendala teknis dan regulasi lintas kementerian, pemerintah berupaya memastikan kebijakan redistribusi berjalan lebih efektif dan berkeadilan.
Di sisi lain, Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) mengamanatkan bahwa sekolah swasta harus dilibatkan secara resmi sebagai mitra penerimaan murid baru. Langkah ini dinilai krusial dalam melindungi keberlanjutan sekolah swasta sekaligus meningkatkan kualitas pendidikan di semua jalur.
Perluasan Beasiswa dan PPG untuk Penguatan Kompetensi Guru
Peningkatan kompetensi guru juga menjadi fokus utama. Pemerintah memperluas akses beasiswa pendidikan melalui jalur RPL, yang tahun ini telah diberikan kepada 12.500 guru untuk menuntaskan pendidikan S-1 atau D-4. Target penerima beasiswa akan melonjak drastis menjadi 150.000 guru pada tahun 2026.
Selain itu, pemerintah menambah kuota Pendidikan Profesi Guru (PPG) menjadi 34.000 guru pada tahun depan, meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya. Kebijakan ini disiapkan untuk memastikan tersedianya guru profesional yang memiliki kompetensi pedagogik unggul dan sesuai standar nasional.
Kesejahteraan dan Pengurangan Beban Administrasi Guru Menjadi Prioritas
Soal kesejahteraan guru, Wamen Fajar menegaskan adanya langkah konkret. Tunjangan ASN Daerah kini ditransfer langsung ke rekening guru, guna menjamin transparansi serta ketepatan waktu pencairan.
Tak hanya itu, pemerintah menaikkan anggaran tunjangan guru non-ASN dari Rp70 triliun menjadi Rp74 triliun, sebagai bentuk keberpihakan Presiden Prabowo kepada para pendidik.
Pemerintah juga melakukan deregulasi untuk menekan beban administrasi guru:
- Laporan e-kinerja kini hanya satu kali dalam setahun,
- Beban mengajar kembali ditegaskan minimal 16 jam, menyesuaikan kondisi sekolah,
- Kepala sekolah diberikan ruang untuk membantu proses pelaporan administrasi.
“Kami akan terus mencari terobosan untuk mengurangi beban administrasi guru,” tegas Wamen Fajar.
PGRI: Apresiasi, Aspirasi, dan Seruan Perlindungan Guru
Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, menyampaikan apresiasi terhadap langkah konkret pemerintah dalam memperkuat kemuliaan profesi guru. Namun ia juga menyampaikan sejumlah aspirasi strategis yang menurut PGRI mendesak untuk dipenuhi.
Salah satu poin utama adalah perlindungan terhadap tunjangan profesi guru.
“Tunjangan profesi guru dan dosen tidak boleh dihapus. Harus masuk batang tubuh undang-undang dan minimal satu kali gaji pokok tanpa membedakan negeri, swasta, maupun Kementerian Agama,” tegas Unifah.
Ia juga mengingatkan pentingnya perlindungan hukum bagi guru yang kerap menghadapi potensi kriminalisasi dalam menjalankan tugas pendidikan.
“Mohon jangan ada lagi kriminalisasi kepada para guru. UU Perlindungan Guru dan Dosen sudah sangat mendesak. PGRI siap membantu menyediakan naskah akademik dan masukan pasal per pasal,” ungkapnya.
Selain itu, PGRI menyoroti:
- birokrasi administrasi yang masih membebani guru,
- perlunya kesetaraan perlakuan bagi sekolah swasta,
- perjuangan guru honorer dan guru yang mengabdi di wilayah terpencil.
Unifah menegaskan bahwa guru pada dasarnya siap berubah dan berkembang, namun membutuhkan kebijakan yang konkret dan berpihak.
“Guru-guru mau berubah. Mereka bekerja keras dan kami dampingi hingga pelosok daerah. Yang dibutuhkan adalah program nyata yang berpihak,” ujarnya.
Sinergi Strategis untuk Masa Depan Pendidikan Indonesia
Rangkaian HGN 2025 dan HUT ke-80 PGRI menegaskan komitmen bersama antara pemerintah dan PGRI dalam memperkuat ekosistem pendidikan Indonesia. Dengan kolaborasi yang semakin solid, berbagai kebijakan peningkatan kompetensi, kesejahteraan, dan perlindungan guru diharapkan akan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.
Momentum ini sekaligus menjadi pengingat bahwa guru tetap menjadi pilar utama pendidikan nasional—mereka yang membangun karakter bangsa dan menyiapkan generasi penerus Indonesia yang unggul.






































