Fenomena Gen Z yang memiliki tingkat turnover (pergantian karyawan) tinggi dan sering resign dalam beberapa bulan pertama bekerja adalah topik yang banyak dibahas di dunia kerja. Kecenderungan ini tidak hanya disebabkan oleh satu faktor, tetapi merupakan gabungan dari nilai-nilai generasi, ekspektasi terhadap teknologi, dan budaya kerja modern.
Berikut adalah alasan-alasan utama mengapa Gen Z cenderung lebih cepat mengundurkan diri dari tempat kerjanya:
1. Kebutuhan Akan Fleksibilitas dan Keseimbangan Hidup-Kerja (Work-Life Balance)
Gen Z adalah generasi yang tumbuh di era digital, di mana fleksibilitas sudah menjadi norma. Mereka memprioritaskan kualitas hidup dan kesehatan mental jauh di atas loyalitas buta terhadap perusahaan.
Anti-Budaya 9-to-5 yang Kaku: Mereka menganggap jam kerja tradisional 9-to-5 di kantor sebagai konsep yang ketinggalan zaman dan tidak efisien, terutama jika pekerjaan tersebut bisa diselesaikan secara remote atau hybrid.
Mencari Work-Life Integration: Mereka tidak hanya mencari keseimbangan, tetapi integrasi kerja dan hidup. Jika pekerjaan mengancam kesehatan mental atau waktu pribadi mereka, mereka akan segera mencari lingkungan yang lebih sehat.
2. Jalur Karier yang Tidak Jelas dan Lambat
Gen Z adalah generasi yang ambisius dan terbiasa dengan kecepatan informasi yang instan. Mereka ingin melihat hasil dan perkembangan karier yang cepat.
Ekspektasi Perkembangan Cepat: Jika dalam 3-6 bulan pertama mereka tidak melihat jalur yang jelas untuk naik jabatan (promotion) atau setidaknya peningkatan keterampilan (upskilling) yang signifikan, mereka merasa stuck dan akan mencari peluang lain.
Prioritas Pembelajaran Di Atas Loyalitas: Bagi mereka, pekerjaan adalah alat untuk belajar dan mengembangkan skill yang bisa dibawa ke mana pun. Jika perusahaan tidak menyediakan pelatihan yang relevan, mereka akan pindah ke perusahaan yang menawarkan program pengembangan yang lebih baik.
3. Lingkungan Kerja dan Budaya yang Beracun (Toxic Culture)
Generasi ini sangat menghargai lingkungan yang mendukung, transparan, dan inklusif.
Kurangnya Keamanan Psikologis (Psychological Safety): Mereka akan cepat resign jika lingkungan kerja terasa menghakimi, penuh politik kantor, atau manajer mereka otoriter (top-down).
Pencarian Umpan Balik (Feedback) Instan: Gen Z menginginkan umpan balik yang jujur, cepat, dan spesifik, bukan hanya evaluasi tahunan. Jika manajer mereka kurang terlibat atau jarang memberikan feedback, mereka akan merasa pekerjaan mereka tidak dihargai atau tidak penting.
4. Ketidaksesuaian Nilai dan Tujuan Perusahaan
Gen Z adalah konsumen dan karyawan yang sangat sadar akan isu sosial, lingkungan, dan etika.
Tuntutan Tujuan yang Jelas (Purpose): Mereka ingin bekerja untuk perusahaan yang memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekadar profit. Jika nilai inti perusahaan (misalnya, keberlanjutan, keberagaman, keadilan sosial) tidak selaras dengan nilai pribadi mereka, mereka akan segera meninggalkan perusahaan tersebut.
Transparansi Etika: Mereka mengharapkan transparansi penuh dari manajemen. Mereka tidak segan-segan untuk resign jika menemukan praktik perusahaan yang dianggap tidak etis atau munafik.
5. Kompensasi dan Pengakuan yang Transparan
Dalam era digital, informasi gaji dan standar industri sangat mudah diakses.
Gaji Kompetitif: Jika mereka merasa tidak dihargai secara finansial atau menemukan data bahwa perusahaan lain menawarkan gaji yang jauh lebih baik untuk peran yang sama, mereka akan segera mencari pekerjaan baru.
Pengakuan: Mereka menghargai pengakuan dan apresiasi yang jelas dan sering atas kontribusi mereka, baik secara formal maupun informal.
Fenomena ini sering disebut sebagai pergeseran dari “loyalitas” (ciri khas generasi sebelumnya) menjadi “transaksional” (ciri khas Gen Z), di mana hubungan kerja dipandang sebagai pertukaran nilai: mereka memberikan skill, dan perusahaan harus memberikan fleksibilitas, pertumbuhan, dan tujuan. Jika pertukaran ini tidak seimbang, mereka akan mencari mitra kerja baru.




































