Anak-anak di Desa Lubuk Terentang, Kecamatan Betara, Tanjab Barat, belajar di sebuah “Sekolah Jauh” cabang SDN 184 yang kondisinya jauh dari layak, meski pemerintah menggaungkan pemerataan pendidikan. Sekolah ini menjadi tempat anak desa menggantungkan masa depan di tengah keterbatasan ruang, guru, dan akses jalan yang buruk.
Dengan hanya empat ruang belajar untuk banyak kelas, sebagian ruang bahkan dipakai dua kelas sekaligus sehingga proses belajar harus bergantian dan tidak ideal bagi perkembangan belajar siswa sekolah dasar. Kekurangan guru makin memperparah situasi, karena kualitas pembelajaran menjadi tidak maksimal dan berpotensi memperlebar kesenjangan mutu pendidikan antara kota dan pelosok.
Masalah tidak berhenti di sekolah; Dusun Gunung Mas yang masih satu desa disebut benar-benar terisolasi karena akses jalan yang hanya berupa tanah kuning. Saat hujan turun deras, jalur itu berubah licin dan sulit dilalui, membuat aktivitas warga nyaris terhenti dan berdampak langsung pada mobilitas anak-anak menuju sekolah maupun layanan dasar lainnya.
Kondisi ini menjadi ironi di tengah semangat peningkatan mutu pendidikan nasional yang terus dikampanyekan lewat berbagai program dan slogan. Warga dan mahasiswa KKN yang mengamati situasi ini berharap pemerintah daerah dan pemangku kebijakan memberi perhatian lebih serius, terutama pada perbaikan infrastruktur jalan dan pemenuhan fasilitas pendidikan, karena masa depan daerah sesungguhnya dimulai dari ruang kelas, sekecil apa pun bentuknya.































