1. Pola Asuh Otoriter (Terlalu Keras dan Dominan)
- Orang tua sering menggunakan hukuman fisik atau verbal saat anak salah.
- Anak dibiasakan tunduk, bukan diajak berdialog.
- Akibatnya: anak belajar bahwa “kekuatan” atau “menindas” adalah cara untuk dihormati atau didengarkan.
Di sekolah, anak bisa meniru gaya ini dengan mengontrol teman lewat ancaman, ejekan, atau kekerasan.
2. Kurangnya Kasih Sayang dan Perhatian Emosional
- Anak merasa diabaikan secara emosional (jarang diajak bicara hangat, dipeluk, atau dipuji).
- Orang tua sibuk atau cuek terhadap perasaan anak.
- Anak jadi mencari perhatian lewat cara negatif — termasuk mendominasi atau menyakiti orang lain agar diperhatikan.
3. Pola Asuh Inkonsisten
- Kadang anak dimanjakan, kadang dihukum keras, tanpa kejelasan aturan.
- Anak jadi bingung tentang batasan perilaku yang benar dan salah.
- Ia belajar bahwa selama kuat atau licik, ia bisa lolos dari konsekuensi.
4. Modeling Negatif di Rumah
- Anak menyaksikan kekerasan, pertengkaran, atau penghinaan antara anggota keluarga.
- Orang tua mungkin sering mengejek, mempermalukan, atau merendahkan orang lain.
- Anak meniru perilaku itu karena menganggapnya normal dalam berinteraksi.
5. Kurangnya Pengajaran Empati
- Anak tidak diajarkan memahami perasaan orang lain.
- Semua fokus pada nilai, prestasi, atau penampilan — bukan karakter dan rasa hormat.
- Akibatnya anak tidak peka terhadap penderitaan teman yang dia sakiti.
6. Pola Asuh yang Terlalu Memanjakan (Permisif)
- Anak tidak pernah ditegur tegas ketika berbuat salah.
- Semua keinginannya dituruti.
- Anak tumbuh merasa berhak atas segalanya dan sulit menerima penolakan.
- Di luar rumah, ia bisa menjadi agresif saat tidak mendapat apa yang diinginkan.