Dua guru SMA di Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai ASN setelah membantu guru honorer yang tak menerima gaji hingga 10 bulan. Mereka memungut Rp 20 ribu dari orang tua murid atas persetujuan komite sekolah untuk membayar honorer. Namun, tindakan tersebut kemudian dilaporkan oleh salah satu LSM, bergulir ke ranah hukum, dan Mahkamah Agung memvonis keduanya satu tahun penjara.
Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin, menyayangkan keputusan pemecatan tersebut. Ia menilai semestinya Gubernur Sulsel lebih bijak dan memberikan pembinaan, bukan memecat. PGRI bersama kedua guru berencana mengajukan grasi kepada Presiden Prabowo agar Rasnal dan Abdul Muis mendapatkan pengampunan dan dipulihkan haknya sebagai ASN.
Supri Balantja, mantan anggota Komite SMAN 1 Luwu Utara, menegaskan bahwa patungan Rp 20 ribu dilakukan atas kesepakatan orang tua, tanpa paksaan. Ia menyebut kasus ini sebagai bentuk kegagalan negara membiayai pendidikan hingga guru honorer tidak mendapat haknya dan akhirnya para guru justru dipidana.
Sementara itu, Pemprov Sulsel menyatakan pemecatan tersebut adalah tindak lanjut dari putusan hukum yang sudah inkrah. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Iqbal Nadjamuddin, menegaskan bahwa PTDH dilakukan karena aturan ASN mengatur pemberhentian bagi ASN yang terlibat pidana dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap.




































