Selama 18 tahun, Ahmad Fadholi mengabdikan diri sebagai guru di SDN Sawohan 2, sebuah sekolah dasar kecil di kawasan pesisir terpencil Kecamatan Buduran, Sidoarjo. Setiap hari ia melintasi jalur yang tidak mudah: memilih antara naik perahu menyusuri sungai hampir satu jam, atau melewati jalan tambak yang kerap rusak dan terputus. Kondisi geografis dan cuaca membuat perjalanan ke sekolah sering kali berisiko, terlebih saat hujan deras dan pasang laut. Di sekolah, ia berhadapan dengan bangunan yang mulai rapuh akibat air asin, ruang kelas yang perlu direhabilitasi, serta akses internet yang lemah dan hanya tersedia di titik tertentu. Dengan jumlah siswa yang sedikit dan tenaga pendidik terbatas, Ahmad tak jarang merangkap berbagai peran agar semua anak tetap terlayani. Di sisi lain, ia juga harus berjuang mengurus administrasi kepegawaian dan pembaruan data di tengah keterbatasan informasi. Meski demikian, semangatnya tidak surut. Bagi Ahmad, anak-anak di dusun pesisir berhak mendapatkan kesempatan belajar yang sama dengan siswa di wilayah kota. Ia berharap negara hadir lebih kuat, melalui peningkatan kesejahteraan, kemudahan administrasi, dan perbaikan sarana-prasarana, agar guru di daerah terpencil terus termotivasi menjaga asa pendidikan sampai kapan pun.





































