Jakarta — SMAK 1 Penabur menjadi tuan rumah TEDxYouth, sebuah acara inspiratif yang memberi ruang bagi siswa untuk menyampaikan gagasan-gagasan berani dan kreatif. Melalui format TEDx yang mendunia, siswa-siswa di SMAK 1 Penabur mendapatkan kesempatan untuk berbicara di depan komunitas sekolah serta publik tentang isu, ide, dan pandangan mereka.
Acara ini menampilkan beragam presentasi dari siswa, dengan topik yang mencerminkan kepedulian, kreativitas, dan semangat pemikiran kritis generasi muda. Mulai dari ide inovatif tentang pendidikan, lingkungan hidup, hingga tantangan sosial — semuanya disampaikan dengan penuh keberanian dan kesungguhan.
Kegiatan TEDxYouth di Penabur mendapat sambutan positif dari guru, orang tua, dan siswa lain. Banyak yang menilai bahwa ini adalah langkah strategis untuk menumbuhkan budaya berpikir terbuka, berani berekspresi, serta keberanian mengemukakan gagasan sejak usia sekolah.
Penyelenggaraan TEDxYouth di SMAK 1 Penabur juga dianggap sebagai wujud komitmen sekolah dalam membina potensi siswa di luar akademik — tidak hanya mengejar nilai rapor, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, komunikasi, dan percaya diri.
Dengan keberhasilan acara ini, diharapkan semakin banyak siswa yang terinspirasi untuk berkontribusi positif, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat luas, melalui gagasan-gagasan mereka.
gagasan yang mencuri perhatian:
1. “Perfectionism Is Not Productivity”
Seorang siswa kelas XI membuka mata para peserta tentang bahaya budaya sempurna.
Ia menegaskan bahwa banyak remaja hari ini hidup dalam tekanan standar tinggi—dari sekolah, media sosial, hingga diri sendiri.
“Kita harus berhenti mengukur diri dari apa kata orang. Progress lebih penting daripada perfect,” ujarnya.
2. “How Digital Noise Silently Shapes Our Identity”
Pembicara lain membahas bagaimana arus informasi internet memengaruhi cara remaja membentuk kepribadian.
Ia mengajak sesama siswa untuk lebih kritis pada konten yang dikonsumsi.
“Tidak semua yang viral layak masuk ke diri kita,” katanya sambil menunjukkan contoh bias algoritma.
3. “Art as a Way to Heal”
Salah satu presentasi paling emosional datang dari siswa yang membagikan pengalamannya menggunakan seni untuk memulihkan kesehatan mental.
Melalui lukisan dan puisi, ia menemukan cara menghadapi tekanan akademik dan rasa cemas.
“Kadang kita tidak perlu kata-kata. Warna pun bisa menyembuhkan,” ungkapnya.
4. “Climate Change Starts With Small Courage”
Pidato bertema lingkungan mengajak generasi muda untuk berhenti menunggu perubahan besar dari pemerintah.
Siswa itu mendorong langkah kecil namun konsisten: mengurangi plastik, mematikan lampu, dan mendukung ekonomi sirkular.
“Revolusi tidak selalu berupa teriakan besar. Kadang dimulai dari memilih membawa botol minum sendiri.”
Lebih dari Sekadar Pidato: Latihan Empati dan Kepemimpinan
Guru-guru SMAK 1 Penabur menilai bahwa TEDxYouth merupakan bentuk pembelajaran yang tidak tergantikan.
Siswa belajar riset, menulis naskah, menyusun alur presentasi, hingga melatih kepercayaan diri berbicara di depan publik.
“Anak-anak bukan hanya tampil di depan kamera. Mereka belajar merumuskan ide, memilah argumen, dan bertanggung jawab atas gagasan mereka,” ujar salah satu pembina kegiatan.
Orang tua turut mendukung acara ini karena melihat langsung bagaimana anak-anak mereka berkembang menjadi komunikator yang lebih matang.


































