Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tengah membahas revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Revisi ini menjadi sorotan publik karena disebut membawa angin segar bagi para Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sekaligus menimbulkan pertanyaan besar soal posisi dan hak-hak Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Ketua Komisi II DPR RI, yang membidangi urusan aparatur negara, menyampaikan bahwa revisi UU ASN ini berfokus pada peningkatan kesejahteraan dan kesetaraan status antara PPPK dan PNS, terutama dalam hal karier, tunjangan, dan perlindungan kerja.
“Salah satu poin penting dalam pembahasan ini adalah memberikan jaminan karier yang lebih jelas bagi PPPK, termasuk peluang rotasi jabatan, kenaikan pangkat, dan peningkatan kompetensi yang setara dengan PNS,” ujar salah satu anggota Komisi II DPR dalam rapat di Senayan, Selasa (4/11/2025).
Sebelumnya, status PPPK sering dianggap “kelas dua” dalam sistem ASN karena tidak memiliki jenjang karier yang fleksibel dan tidak mendapatkan pensiun penuh seperti PNS. Revisi ini diharapkan bisa menghapus kesenjangan tersebut dengan memberikan perlakuan yang lebih adil dan proporsional.
Selain itu, dalam rancangan revisi juga dibahas mekanisme perpanjangan kontrak otomatis bagi PPPK berprestasi tanpa harus melalui proses seleksi ulang setiap tahun. Hal ini menjadi kabar gembira bagi ribuan tenaga honorer yang kini berstatus PPPK di berbagai instansi.
Namun, di sisi lain, sebagian kalangan PNS mulai mempertanyakan bagaimana revisi ini akan berdampak terhadap tata kelola jabatan struktural dan sistem promosi di lingkungan pemerintahan.
“Kalau PPPK diberi ruang jabatan dan hak yang sama, lalu bagaimana dengan jalur karier PNS yang dibangun dari pengabdian jangka panjang?” ujar seorang ASN dari Kementerian Keuangan melalui forum diskusi ASN Net.
Kementerian PANRB sendiri menegaskan bahwa revisi ini tidak akan merugikan PNS. Justru, sistem ASN ke depan akan menekankan profesionalisme, kinerja, dan kompetensi, bukan lagi sekadar status kepegawaian.
“Baik PNS maupun PPPK, semuanya ASN. Fokus kita adalah pada kinerja, bukan perbedaan status. Semua akan mendapatkan hak dan tanggung jawab sesuai kontribusinya,” jelas pejabat KemenPANRB.
Revisi UU ASN ini juga memuat pasal-pasal baru terkait digitalisasi manajemen ASN, sistem merit yang lebih ketat, serta mekanisme pemberhentian berdasarkan evaluasi kinerja.
Jika revisi ini disahkan, maka akan menjadi tonggak penting dalam transformasi birokrasi nasional, di mana tidak ada lagi kesenjangan mencolok antara PNS dan PPPK.
“Ini bukan hanya revisi undang-undang, tapi langkah besar menuju reformasi aparatur sipil yang lebih adil dan modern,” tutup Ketua Komisi II DPR.



































