Selasa, 25 November 2025 menjadi momentum penting bagi dunia pendidikan Indonesia, saat Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menegaskan urgensi adaptasi sistem pendidikan dalam menghadapi disrupsi digital. Dalam Seminar Wisuda Universitas Terbuka di Tangerang Selatan, ia menjelaskan bahwa pendidikan kini berada di lingkungan VUCA—volatile, uncertain, complex, dan ambiguous—yang menuntut perubahan sigap serta inovatif. “Ini adalah era di mana banyak hal berubah dengan cepat. Banyak orang mengalami proses yang mengganggu yang kadang membuat mereka kesulitan untuk mengikuti,” ujar Abdul Mu’ti.
Menurutnya, gejolak digital tak hanya berdampak pada dunia industri, tapi juga pada pendidikan yang harus menjaga relevansi dan kualitas pembelajaran. “Kita harus terus berinovasi, karena inovasi memberikan kita keberlanjutan dan kelincahan—kemampuan untuk bertahan dan terus berkembang,” tegasnya. Inovasi, menurut Abdul Mu’ti, adalah kunci agar guru serta siswa mampu menghadapi masa depan dengan kompetensi yang dibutuhkan.
Kementerian Pendidikan pun tengah merampungkan sejumlah kebijakan transformatif, mulai dari peningkatan kualitas guru hingga perubahan metode pembelajaran yang mengedepankan teknologi. Salah satunya adalah dukungan dari Presiden Prabowo Subianto melalui program distribusi interactive flat panels (IFPs) ke ribuan sekolah di seluruh Indonesia. Lewat perangkat tersebut, materi digital semakin mudah diakses hingga proses belajar jadi lebih interaktif.
“Inovasi dan langkah nyata sangat diperlukan agar transformasi digital memberikan dampak relevan. Usaha ini akan membekali guru dan siswa untuk menghadapi masa depan,” tutup Abdul Mu’ti.
Perubahan yang cepat harus direspon dengan tindakan nyata, bukan sekadar slogan. Adaptasi pendidikan adalah fondasi menghadapi era digital yang penuh tantangan sekaligus peluang.


































