Pemerintah resmi memperkenalkan skema kerja baru bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu yang hanya berlaku selama satu tahun masa kontrak pertama. Kebijakan ini menimbulkan beragam reaksi, terutama di kalangan tenaga honorer dan ASN non-PNS yang tengah menantikan kejelasan status kerja mereka.
Sesuai ketentuan awal, kontrak kerja PPPK Paruh Waktu hanya berlaku selama satu tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi kinerja dan kebutuhan instansi. Namun, belum ada jaminan pasti apakah perpanjangan kontrak akan dilakukan otomatis atau harus melalui seleksi ulang.
Hal ini membuat banyak tenaga pendidik dan tenaga teknis yang diangkat sebagai PPPK Paruh Waktu mulai merasa khawatir akan keberlanjutan status mereka setelah masa kontrak berakhir.
“Kami masih menunggu petunjuk teknis dari pemerintah. Kalau kontrak hanya setahun tanpa kepastian perpanjangan, tentu banyak rekan PPPK yang merasa was-was,” ujar salah satu tenaga PPPK Paruh Waktu di Jawa Tengah.
Pemerintah melalui Kementerian PANRB dan BKN menjelaskan bahwa sistem kontrak satu tahun ini bertujuan untuk mengukur kinerja dan efektivitas pola kerja paruh waktu sebelum diterapkan secara luas. Namun, kebijakan tersebut masih menimbulkan ketidakpastian karena belum ada kejelasan mengenai mekanisme perpanjangan atau penilaian kinerja yang akan dijadikan dasar.
Selain itu, perbedaan hak dan tunjangan antara PPPK Paruh Waktu dan PPPK Penuh Waktu juga menjadi sorotan. Meski keduanya berstatus ASN, PPPK Paruh Waktu akan menerima gaji proporsional sesuai jam kerja, tanpa sejumlah tunjangan penuh seperti rekan mereka yang bekerja penuh waktu.
Banyak pihak berharap agar pemerintah dapat segera mengeluarkan regulasi lanjutan yang memastikan keberlanjutan karier bagi PPPK Paruh Waktu, terutama mereka yang telah menunjukkan dedikasi tinggi di bidang pendidikan dan layanan publik.
“Mereka tetap berkontribusi untuk negara, jadi semestinya ada kepastian kerja yang lebih manusiawi,” tegas seorang anggota DPR dari Komisi II yang membidangi ASN.
Kebijakan ini diharapkan menjadi evaluasi penting dalam perbaikan sistem manajemen ASN 2026, sekaligus memberikan gambaran apakah skema paruh waktu ini benar-benar efektif atau justru menimbulkan keresahan baru di kalangan tenaga ASN kontrak.




























