Pemerintah akhirnya mengakui bahwa skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada awalnya tidak dirancang untuk tenaga honorer, melainkan bagi tenaga ahli profesional yang memiliki keahlian khusus sesuai kebutuhan instansi.
Hal ini diungkap oleh sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian PAN-RB yang menjelaskan bahwa PPPK sejak awal diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai bentuk fleksibilitas bagi pemerintah untuk merekrut tenaga ahli dari luar birokrasi.
“PPPK itu sejatinya disiapkan untuk tenaga profesional, misalnya ahli IT, analis kebijakan, konsultan hukum, atau tenaga teknis yang punya kompetensi tinggi, bukan untuk tenaga honorer,” ujar seorang pejabat KemenPAN-RB.
Namun dalam perjalanannya, kebijakan PPPK kemudian digunakan untuk menyelesaikan persoalan tenaga honorer yang jumlahnya mencapai jutaan di berbagai daerah. Pemerintah menilai langkah tersebut sebagai bentuk transisi menuju sistem ASN yang lebih tertata.
Kini, setelah proses penyelesaian honorer hampir rampung, pemerintah mulai mengembalikan konsep PPPK ke jalur semula — yakni untuk menarik tenaga profesional dari berbagai bidang ke pemerintahan, bukan sekadar menampung pegawai non-ASN.
Kebijakan ini menandai babak baru reformasi birokrasi. Pemerintah menegaskan bahwa rekrutmen ASN ke depan, baik PNS maupun PPPK, akan benar-benar berbasis kompetensi, bukan lagi faktor masa kerja atau status kepegawaian sebelumnya.
Langkah ini juga diharapkan mampu menghadirkan birokrasi yang lebih adaptif, berdaya saing, dan siap menghadapi tantangan era digital, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.






































