Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) selama ini dikenal siap kerja karena dibekali keterampilan praktis sejak masa pendidikan. Namun, kenyataannya tidak semua jurusan SMK mampu menjamin kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan. Bahkan, beberapa jurusan favorit justru tercatat memiliki angka pengangguran tertinggi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025, tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan SMK masih menjadi yang tertinggi dibandingkan jenjang pendidikan lain. Salah satu penyebab utamanya adalah ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan industri (mismatch skill).
Beberapa jurusan SMK yang dulunya banyak diminati kini mulai dipertanyakan relevansinya terhadap perkembangan dunia kerja modern. Di antaranya adalah:
- 🎨 Multimedia — Jurusan ini sempat menjadi primadona di kalangan siswa karena dianggap “keren” dan dekat dengan dunia digital. Namun, kenyataannya, banyak lulusan kesulitan bersaing dengan tenaga kreatif profesional yang telah memiliki portofolio kuat atau pengalaman di industri kreatif.
- 🖥️ Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) — Meskipun populer, jurusan ini kini menghadapi tantangan besar karena cepatnya perkembangan teknologi dan kebutuhan industri yang lebih spesifik pada bidang cloud computing, cybersecurity, dan AI engineering, yang belum banyak dikuasai oleh lulusan SMK.
- 🏢 Administrasi Perkantoran — Otomatisasi dan sistem digitalisasi kantor membuat banyak pekerjaan administratif kini beralih menggunakan teknologi, sehingga kebutuhan tenaga manual semakin berkurang.
- 📊 Akuntansi dan Keuangan Lembaga — Dengan hadirnya sistem keuangan digital dan software otomatis, kebutuhan tenaga akuntansi dasar menurun, dan industri kini lebih membutuhkan tenaga analis keuangan dengan kompetensi tinggi.
Menurut analis pendidikan dari Kemendikbudristek, masalah utama bukan pada jurusannya, melainkan kurikulum yang belum sepenuhnya adaptif terhadap dunia industri yang terus berubah.
“SMK perlu bertransformasi agar lulusannya tidak hanya siap kerja, tapi juga mampu menciptakan lapangan kerja. Pembelajaran harus diarahkan pada literasi digital, kewirausahaan, dan kemampuan beradaptasi,” ujar salah satu pejabat Direktorat SMK.
Pemerintah kini tengah mendorong penerapan link and match 8+ antara SMK dan dunia usaha/dunia industri (DUDI), agar setiap program keahlian benar-benar relevan dengan kebutuhan kerja.
Selain itu, siswa SMK juga diimbau untuk memperkuat kemampuan non-teknis (soft skills) seperti komunikasi, kolaborasi, dan pemecahan masalah — hal-hal yang kini menjadi pertimbangan penting dalam rekrutmen tenaga kerja.
“Kalau dulu SMK hanya fokus pada keterampilan teknis, sekarang harus seimbang dengan kemampuan berpikir kritis dan berinovasi,” tambahnya.
Dengan langkah-langkah pembenahan tersebut, pemerintah berharap angka pengangguran lulusan SMK bisa terus menurun, dan SMK kembali menjadi pilihan strategis bagi generasi muda yang ingin terjun ke dunia kerja maupun wirausaha.



























