Kota Surabaya saat ini tengah menghadapi krisis kekurangan tenaga pendidik di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN). Meski pemerintah terus membuka rekrutmen ASN Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), jumlah guru yang tersedia masih belum mencukupi kebutuhan di lapangan.
Tri Endang Kustianingsih, Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Dinas Pendidikan Surabaya, membenarkan pernyataan Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Akmarawita Kadir, yang menyebut kebutuhan guru SMP mencapai 800 orang, sementara sisanya adalah kebutuhan guru SD.
Tri Endang menjelaskan bahwa kekurangan itu memang terjadi, salah satunya karena tingginya jumlah guru yang memasuki masa pensiun setiap tahun.
“Betul (data DPRD Kota Surabaya), karena dalam satu tahun ada 360 guru yang pensiun,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa setiap tahun Dindik Surabaya sebenarnya mengusulkan 1.500 formasi guru ASN kepada Pemkot Surabaya, namun jumlah yang disetujui jauh lebih sedikit.
“Kami mengajukan 1.500, tapi yang turun hanya 250 guru. Tahun ini prioritas untuk menghabiskan guru GTT dulu menjadi ASN,” jelasnya.
Tri Endang menambahkan bahwa kebutuhan 1.500 guru tersebut merupakan jumlah kumulatif dari guru yang pensiun atau meninggal dalam empat tahun terakhir.
Ia juga menyebutkan bahwa sebagian formasi tidak terisi karena tidak ada pelamar, terutama dari lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan. Di antaranya adalah guru pendidikan agama, guru kelas, hingga guru pendidikan khusus.
Meskipun demikian, proses belajar-mengajar di sekolah masih berjalan dan masih bisa ditangani, meskipun beban mengajar guru kini lebih berat dari kondisi ideal.
“Saat ini bisa diatasi. Namun untuk idealnya, minimal guru mengajar 24 jam. Sekarang ada yang sampai 40 jam, itu maksimal,” katanya.
Ia memastikan bahwa jika pemerintah membuka kembali rekrutmen ASN P3K atau CPNS pada tahun depan, seluruh formasi akan diperuntukkan bagi guru baru.



































