Cilegon — Sebanyak 441 guru honorer di Kota Cilegon terancam tidak dapat kembali mengajar pada awal tahun 2026. Ancaman ini muncul menyusul kebijakan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) yang menetapkan bahwa status honorer di instansi pemerintahan akan dihapus mulai 2026.
Kebijakan tersebut menimbulkan kekhawatiran besar di dunia pendidikan Cilegon, mengingat banyak sekolah selama ini bergantung pada keberadaan guru honorer untuk menutupi kekurangan tenaga pendidik. Jika status honorer dihapus tanpa solusi pengangkatan, sekolah dikhawatirkan akan mengalami krisis guru.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cilegon mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut perlu dikaji ulang. Ia menilai banyak guru honorer telah mengabdikan diri puluhan tahun dengan gaji jauh di bawah standar, namun tetap menunjukkan dedikasi tinggi terhadap pendidikan.
“Kami berharap pemerintah mempertimbangkan kembali aturan ini. Para guru honorer sudah lama mengabdi meski dengan gaji yang sangat minim. Mereka tetap menjadi tulang punggung proses belajar-mengajar,” ujarnya.
Menanggapi situasi ini, Kepala Dinas Pendidikan Kota Cilegon, Heni Anista Susila, menegaskan bahwa pihaknya mendorong percepatan pengangkatan guru honorer menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Langkah ini dinilai penting untuk memberikan kepastian karier, stabilitas ekonomi, serta perlindungan yang lebih baik bagi para guru.
“Kami berkomitmen memperjuangkan percepatan pengangkatan guru honorer agar tidak ada kekosongan tenaga pendidik dan agar mereka mendapatkan hak serta perlindungan yang layak,” ujar Heni.
Dinas Pendidikan Cilegon juga berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk memastikan proses transisi status kepegawaian dapat berjalan baik tanpa mengganggu kegiatan pembelajaran di sekolah.
Dengan waktu yang semakin singkat menuju 2026, ribuan pelajar di Cilegon berharap pemerintah dapat segera menemukan solusi yang adil dan tidak mengorbankan nasib para guru maupun kualitas pendidikan.




































