- Terlalu sering meninggalkan sekolah untuk pelatihan tanpa koordinasi
Pelatihan memang penting untuk pengembangan profesional, tetapi jika terlalu sering pergi tanpa mempertimbangkan kebutuhan sekolah, justru bisa berdampak negatif.
Misalnya, guru meninggalkan kelas tanpa memastikan pengganti, atau abai terhadap tanggung jawab administratif. Ini menandakan kurangnya kesadaran bahwa keberadaannya di sekolah juga sangat dibutuhkan oleh murid dan rekan sejawat.
✅2. Tidak peduli dengan kondisi sekolah
Guru yang kurang empati sering tampak cuek terhadap keadaan sekolah. Misalnya, tidak peduli jika fasilitas rusak, lingkungan kotor, atau suasana belajar tidak kondusif.
Mereka merasa hal-hal tersebut bukan urusannya. Padahal, kepedulian kecil seperti ikut menjaga kebersihan dan memperbaiki suasana belajar bisa memperkuat rasa memiliki terhadap sekolah.
✅3. Enggan terlibat dalam kegiatan bersama
Guru yang kurang empati biasanya hanya fokus pada tugasnya sendiri dan enggan ikut terlibat dalam kegiatan sekolah seperti rapat, kerja bakti, atau acara kebersamaan.
Mereka beralasan sibuk, padahal kebersamaan adalah bagian dari tanggung jawab moral seorang pendidik dalam membangun kultur sekolah yang positif.
✅4. Tidak memahami kesulitan rekan kerja
Empati juga berarti mampu memahami beban dan kesulitan rekan guru lainnya. Ketika ada guru yang kewalahan atau sedang berjuang dengan tanggung jawab tertentu, guru yang kurang empati cenderung tidak peduli—bahkan kadang bersikap sinis.
✅5. Tidak memberi kontribusi nyata bagi kemajuan sekolah
Guru yang memiliki empati biasanya berpikir, “Apa yang bisa saya lakukan agar sekolah ini lebih baik?” Sedangkan guru yang kurang empati cenderung berpikir, “Apa yang bisa sekolah berikan untuk saya?”
Mereka lebih fokus pada kepentingan pribadi, seperti sertifikasi, tunjangan, atau pelatihan luar, tanpa menyalurkan hasilnya kembali untuk kemajuan sekolah.
✅6. Sulit diajak berkolaborasi
Kerja sama adalah kunci keberhasilan sekolah. Guru yang kurang empati sering sulit diajak berdiskusi, tidak terbuka terhadap ide orang lain, dan lebih suka bekerja sendiri. Akibatnya, komunikasi antarguru menjadi renggang, dan semangat tim sulit tumbuh.
✅7. Tidak memiliki rasa bangga terhadap sekolah sendiri
Empati juga tercermin dari rasa bangga dan memiliki. Guru yang kurang empati biasanya mudah mengeluh tentang sekolahnya, membandingkan dengan sekolah lain, bahkan berbicara negatif di luar. Padahal, sekolah adalah tempat ia menanamkan nilai dan membentuk masa depan murid.
Empati terhadap sekolah bukan sekadar hadir setiap hari di lingkungan kerja, tetapi juga tentang kepekaan, kebersamaan, dan rasa memiliki. Guru yang berempati akan berusaha menyeimbangkan antara pengembangan diri dan tanggung jawab di sekolah.
Sebaliknya, guru yang sibuk pergi ke pelatihan tapi lupa memberi dampak di tempat asalnya, justru menunjukkan kurangnya empati terhadap komunitas pendidikannya sendiri.































