Anak udah lewat masa “golden age” balita, tapi belum se-drama remaja.
Fase yang mungkin kita kira adem ayem tapi diam-diam membentuk core beliefs anak:
tentang siapa dirinya dan seberapa berharganya dia.
Anak kerap membandingkan diri
Anak mulai sadar kalau dunia gak berpusat pada dirinya. Ada “aku” dan ada “mereka”.
Tugas orang tua bukan menghapus perbandingan, tapi bantu mereka menerima diri apa adanya, meski gak menjadi yang paling menonjol.
Anak belajar Berteman, belajar kecewa
Mereka makin sadar ada “anak populer”, “anak lucu”, “anak pintar” dan pelan-pelan coba menemukan tempatnya.
Di usia ini, anak mulai paham konsep “kelompok” bahkan “status sosial”.
Yuk bantu anak tetap jadi diri sendiri di tenah tekanan ingin diterima.
Di luar nahan emosi, di rumah ‘meledak’
Sepanjang hari anak berusaha sopan, fokus, nurut.
Begitu nyampe di rumah dan melihat Ibu.
Beuh pecah itu tangis, tantrum, clingy, atau manja-manja pakai baby talk lagi.
Ibu jadi safe space anak saat ini ia merasa capek dan tidak nyaman, Yuk rangkul dan validasi emosinya.
“suara” di kepala anak
Anak mulai sadar akan inner voice- suara batin yang menilai diri sendiri. saering kali, nadanya mirip nada bicara kita.
Makanya , orang tua perlu hati-hati dalam menegur. Bukan cuma pesannya, tapi gimana intonasinya dan ekspresi kita.
Ingin Mandiri, tapi cemas sendiri
Anak sedang belajar otonomi, menguji sejauh apa dis bisa berdiri sendiri tanpa kehilangan rasa aman dari orang tuanya.
Kalau kita salah respon, anak bisa merasa ditolak saat butuh dirangkul atau dikekang saat ingin “dilepas”.
Orang tua bisa apa?
Dengarkan dulu, jangan buru-buru mengoreksi.
Ceritakan pengalaman Parents di usia mereka. Biar anak tahu kalau dia tidak sendiri.
Ajak mereka baca situasi sosial.
“menurut kamu, kenapa temannya bilang begitu?”
Ingatkan kalau jadi diri sendiri tuh tidak harus disukai semua orang. Kalau tidak cocok, boleh kok cari teman lain.
Yakinkan anak bahwa ia selalu dicintai, bahkan di hari-hari saat merasa lemah dan payah.




































