Kabar terbaru datang dari dunia pendidikan. Mulai tahun 2026, sekolah-sekolah di seluruh Indonesia tidak diperbolehkan lagi menerima tenaga honorer baru. Aturan ini merupakan bagian dari kebijakan yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tengah digodok pemerintah pusat.
Berdasarkan informasi yang beredar, sekolah memang masih boleh menerima tenaga honorer, tetapi data mereka tidak akan bisa diinput ke sistem Dapodik (Data Pokok Pendidikan). Jika pihak sekolah tetap memaksakan untuk menginput, maka akan diberikan sanksi administratif.
Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di berbagai kalangan, terutama bagi sekolah-sekolah yang masih kekurangan guru. Banyak pihak menanyakan, bagaimana nasib sekolah yang gurunya pensiun tetapi belum ada penggantinya?
RUU ASN yang baru menegaskan bahwa pengangkatan honorer tidak lagi diperbolehkan, sejalan dengan rencana pemerintah untuk menata sistem kepegawaian agar lebih tertib dan profesional. Namun, di sisi lain, masih ada tantangan besar dalam pemenuhan tenaga pendidik, terutama di daerah yang jumlah ASN-nya terbatas.
Para pemerhati pendidikan berharap pemerintah segera menyiapkan mekanisme transisi dan solusi konkret, seperti percepatan rekrutmen ASN PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) atau redistribusi guru, agar proses belajar-mengajar di sekolah tidak terganggu.
Dengan kebijakan baru ini, diharapkan sistem pendidikan Indonesia bisa lebih tertata, meski implementasinya akan memerlukan kesiapan dari semua pihak, baik pemerintah, sekolah, maupun tenaga pendidik.

































