Alasan P2G Tolak Tapera
Berawal dari kecemasan ini, ada empat alasan lain mengapa pada akhirnya P2G menolak Tapera, yakni:
1.Belum ada bukti nyata
Satriawan menyebutkan belum ada bukti nyata apakah dana Tapera bisa dicairkan atau tidak. Sehingga kecemasan lain hadir di kalangan para guru-guru swasta dan honorer.
“Karena belum jelas apa ada yang sudah terbukti bisa mendapatkan rumah setelah menabung di Tapera. Belum pernah diketahui ada presedennya atau bukti nyata,” tambahnya.
2. Guru swasta dan honorer belum sejahtera
Menurut Survei Kesejahteraan Guru yang dilakukan oleh IDEAS tahun 2024 menunjukkan kondisi kesejahteraan guru swasta dan honorer masih belum stabil bahkan paling rendah dibanding profesi lain. Berikut datanya:
Sebanyak 42,4% guru memiliki gaji perbulan di bawah 2 juta.
Ditemukan 74,3% penghasilan guru honorer atau kontrak di bawah Rp 2 juta.
Guru yang berpenghasilan sekitar Rp 2-Rp 3 juta sebesar 12,3%; Rp 3-Rp 4 juta sebesar 7,6%; Rp 4-Rp 5 juta sebanyak 4,2% dan di atas Rp 5 juta hanya 0,8 persen.
Sayangnya, dalam UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera pasal 7 huruf (1) disebutkan bila pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. Aturan ini dinilai memberatkan bila guru berdomisili di wilayah provinsi dengan upah yang sangat minimum.
Satriawan mengambil contoh provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Karena gaji guru honorer sesuai dengan upah minimum, mereka akan dianggap layak ikut Tapera.
“Padahal dengan gaji sekecil itu mereka masih harus dipotong Tapera dan banyak potongan lainnya,” ungkap Satriwan.
4. Takut dikorupsi
Kecemasan para guru akhirnya bergulir menjadi ketakutan usai maraknya kasus korupsi yang berkaitan dengan asuransi. Contohnya asuransi ASABRI yang membuat rugi Rp 22,7 triliun dan asuransi JIWASRAYA, BUMN yang dikorupsi hingga Rp 16,8 triliun.
Iman Zanatul Haeri, Kepala bidang (Kabid) bagian Advokasi P2G yang sekaligus guru honorer mengkhawatirkan bila Tapera berakhir naas seperti ASABRI dan Jiwasraya. Karena bila nantinya benar terjadi, guru akan kesulitan untuk melakukan gugatan.
“Guru itu kelompok marjinal dan lemah, tidak punya kekuatan melawan atau menggugat. Peluang mengadu dan memprotes juga sangat kecil. Bayangkan saja, dana pensiun TNI dan Polri saja dengan mudah dikorupsi, bagaimana kami yakin Tapera bagi guru akan lebih baik?”, tutur Iman.
4. Sudah banyak potongan
Iman membongkar bila gaji guru non-ASN sudah banyak dipotong sehingga makin kecil. Berbagai potongan tersebut seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Iuran Wajib Bulanan Organisasi Profesi Guru, Koperasi Sekolah dan banyak lagi.
“Ditambah Tapera untuk tabungan perumahan yang rumahnya juga belum jelas,” kata Iman.
Hal ini akan menjadi beban tambahan bagi guru yang harus membantu perekonomian keluarga. Karena kekurangan, tidak sedikit guru yang akhirnya meminjam uang pada teman atau bahkan pinjol.
Dalam laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebutkan bila 42% guru terjerat pinjol. Survei IDEAS juga menunjukkan 79,6% guru memiliki hutan kepada teman, keluarga, koperasi dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
P2G Minta Guru Tidak Dipersulit
Dibanding dengan melanjutkan Tapera, P2G memberikan rekomendasi agar beban guru tidak ditambah dengan potongan gaji. Rekomendasi yang diberikan yaitu:
1. Program Kredit Perumahan khusus Guru
Pemerintah seharusnya membuat program kredit perumahan untuk guru yang murah dan terjangkau. Bukan berupa tabungan tetapi tidak ada bukti nyata tentang rumah.
2. Mekanisme Tapera
Meskipun nantinya Tapera tetap berjalan, P2G meminta ada mekanisme pemotongan upah yang adil. Karena guru di wilayah provinsi dengan upah minimum yang rendah dan daerah pendalaman akan sengsara dengan ketentuan bersifat nasional.
“Oleh sebab itu, agar Tapera tidak memberatkan, harus dibuat standar upah minimum guru yang berlaku secara nasional. Hal ini akan meringankan guru yang gajinya banyak dipotong sana-sini,” ungkap Iman.
3. Tidak persulit profesi guru
Iman mengingatkan adanya UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memerintahkan negara agar memenuhi hak-hak guru di antaranya, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Dengan hadirnya Tapera, penghasilan guru akan semakin minimum tetapi potongan terus bertambah hingga maksimum.